18 Juni 2009

Matematika Untuk Bayi

Bersamaan mulai berfungsinya mata seorang bayi dengan normal, sekaligus melihat fisik sekitarnya, proses pengajaran matematika sesungguhnya sedang berlangsung.

Kiat Mengajarkan Matematika Kepada Bayi Berusia O - 1 Tahun
Bersamaan mulai berfungsinya mata seorang bayi dengan normal, sekaligus melihat fisik sekitarnya, proses pengajaran matematika sesungguhnya sedang berlangsung. Karena apa yang dilihatnya jelas berkaitan batasan-batasan benda, yang gilirannya pada ukuran dan satuan.

Kemudian diperkuat sikap bermanja sang ibu dengan memperlihatkan benda-benda ke hadapannya, sebagaimana dalam usaha membuat si bayi beraksi.


Namun mengingat pamor matematika cenderung untuk konsumsi usia sekolah, sehingga apa yang dilakukan mereka itu seakan-akan tidak berkaitan dengan matematika.

Akibatnya mereka tidak serius, dalam arti, bila ada kesempatan saja. Apalagi adanya predikat jelimet, komplek, dan susah yang dilekatkan pada tubuh matematika, tentu semakin membuat ibu tidak memprioritaskannya dalam jadwal peng*sensor*han.

Bila seorang ibu sudah bisa menerima perilakunya seperti itu sebagai proses pengajaran matematika juga, tentu akan semakin terangsang memberikan input kepada bayinya.

Sekarang tinggal pada metode, bagaimana urutan prioritasnya ? Jangan sampai yang lambat dicerna didulukan ketimbang yang cepat ditangkap, karena itu namanya meloncat.

Nah ... berikut ini akan disampaikan beberapa kiatnya (kita batasi pada aritmatika : salah satu cabang dari Matematika) MEMPERLIHATKAN BOLA

Perlihatkanlah sejumlah bola dengan beberapa kali pindah posisi, yang berwarna gelap dan berbahan sama. Diameternya lima ukuran saja dulu, 1 cm s/d 5 cm, yang rasanya standar dengan daya penglihatannya. Bukankah puting susu dan daerah hitam pada payudara, yang umumnya sering dilihat bayi ketika mulai menyusu, sekitar itu juga ?

Penampilan awalnya hendaknya berurutan dengan selisih waktu yang cukup. Tampilan acak dilakukan bila bayi sudah akrab. Pada waktunya timbul kesan adanya perbedaan dan persamaan, yakni ketika semuanya diperlihatkan, serta membandingkan besar kecilnya. Dipilih lingkaran mengingat kesempurnaan, kesederhanaan, dan keteraturannya, meskipun diproyeksikan ke bidang, sifat yang tidak dimiliki bangun lainnya.

Satu ukuran yang warnanya berlainan pun boleh, asal tajam serta sudah populer pada diri manusia sepanjang hidupnya. Hitam, hijau, merah, biru, dan kuning, misalkan. Mana sajalah dulu yang dipakai. Substansinya hampir sama juga, hanya jenisnya lain. Ketika tahap sekaligus, pengertian lainnya muncul pada bayi, tepatnya kaitan warna, ukuran, dan satuan melalui penggabungan dua macam input monumental yang sudah dikuasainya.

Pakailah lima bola berdiameter sama serta bisa digenggam. Sebanyak lima kali diperlihatkan, yang masing-masing diambil satu, ..., dan lima. Ini untuk pengurangan. Sebaliknya penjumlahan dengan menambahkan satu, ..., sampai empat pada bola yang tergenggam. Mengingat cirikhas pada setiap jumlah bola yang sering dilihatnya, bayi pun akan melihat kejanggalannya ketika dikurangi atau ditambah. Intersan serupa yang muncul sebentar-sebentar membuatnya semakin memahami hakikat bertambah dan berkurang, yang ditandai perubahan luas kelompok. Apalagi pada peragaan bola yang diameter dan warnanya beragam. Pemahamannya tidak lagi terikat dengan ukuran, tetapi pada jumlah bola yang tampak.

Adanya perasaan terpisah bila sendiri dan bersama saat digendong, yang sudah muncul sebelumnya, sedikit-banyak ikut mempercepat pemahaman tersebut. Bila sudah maksimal barulah bangun lain dilibatkan yang kerumitannya setingkat di atas bola, yaitu kubus, mengingat ketiga sifat bola tersebut masih terkandung juga di dalamnya. Proses pengajarannya sama. Hanya waktunya semakin pendek karena formulanya sudah terjaring pada otak bayi dalam pengajaran bola. Tinggal mengaplikasikanya pada kubus. Bak mudahnya siswa SD menjawab 2 mangga + 3 mangga di rumah hanya karena sudah memahami hakikat 4 permen + 1 permen di sekolah. Bisa diteruskan dengan menampilkan keduanya, kotak dan bola, dalam setiap peragaan. Ukuran dan warna tidak perlu dipersoalkan lagi, karena yang dibahas terbatas pada Aritmatika. Masalah jumlah sebaiknya tidak beranjak dari lima, agar semakin memperkuat basis intelektualnya. Toh nanti akan terangsang untuk mempertanyakan objek dengan jumlah berikutnya.

Akhirnya bayi akan benar-benar menganggap gabungan dan pisahan bisa dilakukan dengan benda apa saja. Terutama setelah bangun-bangun lainnya diperagakan. Pengertiannya tidak akan terpaku pada seragam atau beragam. Yang penting tampak langsung. Misalkan, setelah melihat dua bola dan tiga kotak di meja, yang penyimpanannya dengan tenggang waktu beberapa detik, ia pun mengerti adanya lima buah benda. Tentu saja dalam setiap pengajaran diselingi dengan mengajak bayi melihat benda-benda yang mudah diinderainya di berbagai ruang di rumah. Selesai memperagakan dua bola, misalnya, bisa dilanjutkan dengan memperlihatkan kedua mata kita. Pokoknya yang sepadan serta sering tampak.

Tiada lain untuk membentuk karakter pengasosiasian, sehingga terasalah, apa yang diajarkan terhubungkan dengan apa yang dilihatnya. Terang saja bila dua lemari yang diperlihatkan akan susah, karena matanya belum sanggup dipakai untuk melihatnya sekaligus. Bisa-bisa ia memandangnya sebagai satu benda saja. Berarti tidak nyambung. Dua kaki pun sama, mengingat jarang tampak, sehingga kurang ampuh untuk memperkokoh pengertian. Lagi pula jarang orangtua memperlihatkan kakinya. Terlihat oleh bayi pun mungkin tidak. MENYERTAI KEHIDUPAN BAYI

Jadi pengajaran ini dimaksudkan untuk menyertai kehidupan bayi sehari-hari, khususnya dalam memandang benda-benda, serta merangsangnya menghubungkan satu sama lain. Bayi yang sudah sering melihat payudara ibunya, maka dengan peragaan dua bola dan tiga kotak, masing-masing segera terbayang olehnya akan persamaan atau perbedaan intuisinya. Sebaliknya bila tidak, bayangan itu memang akan muncul juga. Tetapi tidak akan secepat itu. Persis dengan dua WNI yang ber-IQ sama disuruh mengumpulkan sejumlah kata dengan awalan huruf tertentu. Apakah sama cepat bila salah satunya menggunakan kamus ? Tidak toh ! Ingat ! Kemampuan menyerap pengajaran matematika pada siswa kelas I SD tidak hanya tergantung tingkat kecerdasan, juga pengalaman era pra sekolah berupa frekwensi pengamatan objek- objek melalui peragaan seperti contoh di atas di samping langsung terhadap objek-objek sekitarnya.

Tidak heranlah bila banyak ilmuwan berkata bahwa banyaknya memori semacam itu terpatri pada bayi akan mempengaruhi daya : kreatif, kritis, atau aktifnya kelak. Terlebih otak saat itu sangat ampuh untuk merekam. Sesungguhnya masih bayi tidak tepat dijadikan alasan untuk menangguhkannya. Mendingan alasan takut salah. Tetapi terakhir ini perlu ditindaklanjuti dengan mencari metodenya. Bila diam saja itu namanya nrimo ! BERAKOMODASI DENGAN FISIK/MENTAL BAYI Hanya sebagai konsekwensi fisik/mental bayi masih rawan, caranya harus serba telaten. Dengan kata lain, sesuai dengan karakteristik khasnya. Bagaimana memanjakan dan mencermati dalam memandikan, membobokan, dan menyusui demikian juga hendaknya dengan pengajaran matematika.

Jangan coba-coba berpedoman pada sistim untuk anak usia sekolah. Metode TK pun belum saatnya dipakai. Pokoknya sesuaikan saja dengan dunianya pada usia tersebut. Waktunya harus tepat, ketika badannya sedang bugar dan wajahnya sedang ceria. Syukur-syukur kamar pun tenang dan adem. Jangan sampai alat peragaannya menimpa badan, apalagi mukanya, karena dikhawatirkan menimbulkan trauma, yang gilirannya bersikap kapok. Taroklah terjadi juga. Pertimbangkanlah mencari alternatif sepadan. Misalkan warnanya diganti. Bila bayi tiba-tiba rewel segera hentikan. Ikuti dulu kemauannya. Apakah mau digendong, tidur, atau menyusu ? Bisa juga karena popoknya kurang memuaskan atau terkena kencing. Pokoknya kita harus mempunyai kira-kira, kapan si bayi dalam kondisi prima dan gembira. Untuk itu pribadi khasnya harus dipahami pada berbagai suasana. MEMPERDENGARKAN ANGKA Sebutan angka, satu, dua, dan seterusnya,cukup diperdengarkan secara berurutan, pelan, dan bernada. Tanpa itu akan memberi kesan heboh, kaku, dan marah, yang bisa membuatnya terkejut dan menangis, sehingga tidak termakan sedikit pun.

Mengingat pendengaran bayi sudah berfungsi ketika masih dalam rahim, berarti itu bisa dilakukan sejak lahir. Memang mulanya tidak akan mengerti juga. Tetapi karena sering didengar, akan irama verbal akan terekam juga. Berarti kelak semakin mudahlah bayi mengucapkannya ketika sudah bisa berbicara. Tinggal nanti mengaplikasikannya ke sejumlah benda yang terkait, sehingga ia pun akan mengerti, apa yang dimaksud dengan masing- masing. Proses pengajaran ini bisa dilakukan setelah usianya setahun. Semua itu akan memberikan kredit point terhadap wawasan intelektual. Substansinya tidak bisa dianggap kecil. Demikian juga terhadap kemampuannya bergulat seputar matematika di bangku sekolah. Sering kita lihat beberapa mainan/makanan kesukaan bayi berusia dua tahun diambil saudaranya secara diam-diam. Reaksinya beragam, saat itu juga, beberapa detik kemudian, atau tidak sama sekali. Ini mengindikasikan daya hitungnya yang berlainan, terlepas pelit-sosial, takut-berani, dan cuek-pedulinya. Celakanya bila sampai dilakukan orang luar, sementara harganya mahal dan nilainya tinggi. Jadi sesungguhnya dengan pendidikan sejak lahir itu akan memperbesar daya kritis di kemudian hari, khususnya sikap tanggap terhadap perubahan hak miliknya. MILYARAN NEURON BAYI

Sejak lahir otak manusia yang terdiri dari milyaran neuron itu sudah siap dianyam menjadi jalinan akal melalui m*sensor*kan berbagai fenomena yang datang dari kehidupannya sehari-hari. Jadi tiada alasan untuk memisahkan bayi dengan matematika sampai usia sekolah, mengingat keduanya sudah berintegrasi otomatis sejak dini. Walaupun sifatnya autodidak, berdasarkan pengideraan sehari- hari, namun dasar-dasar pengajaran matematika sudah diperolehnya, yakni yang berlangsung secara alamiah. Warna iramanya perlu dikenali sebagai referensi. Kemudian dikembangkan dengan memperkenalkan materi pengajaran yang kira- kira akan membuat si bayi merasakan adanya sambungan memori.

Taroklah bayi sudah sering melihat benda berjumlah satu, dua, dan tiga. Bukan berarti materi selanjutnya dengan lambang bilangan empat, karena akan bengong, tetapi dengan memperlihatkan benda yang jumlahnya empat, agar perbendaharaan memorinya semakin banyak. Tanpa memperhitungkan irama, itu ibarat seorang guru TK yang menyanyikan sejumlah lagu, tetapi masing-masing hanya pada bait pertama, dengan alasan, bisa dilanjutkan di rumah. Nah ... bagaimana pun setiap muridnya akan merasa kurang sreg atau belum lengkap. Perasaan kecewa seperti inilah membawa mereka malas mendengarkan, apalagi mengikutinya. PENUTUP Akhirnya berpulang pada antusias mereka yang berkompeten untuk merintis sampai mengwujudkannya sebagai budaya pendidikan segmen matematika di kalangan bayi baru lahir.

25 Mei 2009

Kumpulan puisi

14 maret 2006
Resah terasa menunggu angan
Saat jarak menjauhkan raga
Tak ada yang pasti dalam langkah
Ketika persuaan jauh dari nyata
Memang tak butuh pelaku perkara
Karena semua jauh dari realita
Yang ku punya sejuta harap
Agar tak ada beda setelah tiba waktu yang didamba
Jaga semua yang telah lahir
Simpan rapat jangan biarkan berbuka
Aku punya seribu percaya
Dan aku pun di sini menuai abadi
Semoga asaku juga disambut dengan asa yang terbalas
Hingga isakan kehilanganku
Bukan untuk sepanjang ku menapak
Tapi hanya penantian yang berujung

To: seseorang yang kan slalu ku nanti


20 Maret 2006

Harapku di penantian panjang
Bertemu secercah titik terang
Dan kini...
Titik terang itu menghampiriku
Tak perlulah waktu lama
Tuk tatap wajah nan terdamba
Sekejap saja tlah mampu tebarkan bunga di taman jiwa
Bilakah akan kembali?
Aku yakin tak akan ada sia-sia
Pengaharapan sejati ku yakini
Berakhir abadi....
Aku dengan sabar menanti kembali
Karena tlah tampak oleh ku
Pelepas rindu sesaat
Yang buatku mampu tersenyum lepas


21 Maret 2006

Kembali aku terpaku
Setelah usai persuaan sesaat
Rasa hati tak menentu
Kebimbangan berkuasa dalam benak
Jarak mampu meragukan jiwa
Entah apa yang diingini kalbu
Berkecamuk semua rasa yang terlalu menyiksa
Aku masih terus terpaku
Tanpa ada satu pasti
Aku menanti dalam harap terdalam
Dengan pegangan sebuah keyakinan
Ku slalu tadahkan kedua tangan
Tuk kedamaian dirimu yang ku ingin


23 Maret 2006

Kegalauan menyelimuti kalbu
Saat asa tak tersampaikan
Ketika harapku terasa sirna
Tuk raga yang tak lagi nyata
Ku menanti di kesunyian
Pada jiwa yang begitu tercinta
Kuberdiri penuh harap
Menunggu wajah penyejuk jiwa
Satu pinta ku pada Yang Esa
Lindungannya tuk seseorang yang terkasih
Agar jiwa tak lagi resah
Agar harapan segera nyata


19 April 2006

Kepedihan terasa menusuk sembilu
Saat ku sadar segala asa terasa hampa
Ku tak menyangka..
Segalanya sirna dalam sekejap mata
Cinta yang dulu terasa indah
Kini...Cinta itu membuatku terpuruk dalam duka
Ketika ku tahu cinta itu tlah luntur dimakan waktu
Dirimu yang begitu ku cinta
Kini hanya mampu buatku meneteskan air mata
Ku tak tahu salah apa yang kubawa
Yang buat cintamu terasa hilang tanpa sisa
Kata-kata cinta yang dulu mampu hapuskan duka
Kini tak lagi buatku bahagia
Rangkaian hari buat sgalanya jadi beda
Mungkin anugerah cinta itu tak lagi milik kita
Hari-hari sepi yang kulalui
Malam-malam sunyi yang menemani
Buatku bertanya...
Inikah akhir cinta kita?
Kini kuhanya mampu berharap
Agar semua jadi yang terbaik bagi kita
Walau hanya menoreh luka
Namun kuyakin...kan ada obat pelipur lara

To: someone..mengapa kata tak sesuai dengan nyata?

20 April 2006

Resah terasa menanti hari
Menunggu jawaban atas segala tanya
Agar ku dapat satu kepastian
Agar mata tak lagi basah
Agar hati tak lagi bimbang
Agar jiwa tak lagu duka
Kulelah lalui hari tanpa pasti
Kulelah berjalan di atas kerikil tajam
Yang kau tebar disepanjang ku menapak
Kerikil cinta yang tlah buatku terluka


To: someone,,kapan semua kan berlalu?


21 April 2006


Maaf...
Tuk segala pikiran buruk yang tlah menyapa
Maaf....
Tuk egois yang tak terkira
Maaf....
Tuk kata yang terkadang menyiksa
Maaf.....
Tuk waktu yang tersisa
Maaf....
Tuk cinta yang hampir sirna
Maaf....
Tuk kebersamaan yang hampir tak ada


24 Maret 2008

Ketika rindu menyapa
Tak kan ada celah lagi bagiku
Tuk pungkiri hati
Tak ada lagi kata yang bisa ku ucap
Tuk dustai segala rasa yang membelenggu
Tanpa dirimu..
Ku bagai ranting kering di musim panas
Yang kan mudah diterpa semilirnya angin yang mendera
Tanpamu disisi ku
Ku bagai raga tanpa jiwa yang menyertai
Di sini ku slalu menanti
Datangnya hari yang begitu indah
Hari-hari yang kini hanya jadi mimpi
Hari di mana tak akan ada lagi yang bisa memisahkan kita


31 Maret 2008

Wahai jiwa yang begitu ku damba
Tahukah dirimu
Di sini ku sendiri menanti kehadiranmu
Wahai jiwa yang begitu ku damba
Tahukah dirimu
Di sini ku menanti ragamu tuk dapat ku dekap
Wahai jiwa yang begitu kudamba
Tahukah dirimu
Setiap detik hidupku bayangmu slalu ada dibenakku...
Wahai jiwa yang begitu ku damba
Tahukah dirimu
Rindu ini begitu menyiksaku
Wahai jiwa yang begitu kudamba
Tahukah dirimu
Kubutuh bahumu tuk sandaranku dikala hati ini begitu gundah
Wahai jiwa yang begitu ku damba
Satu pintaku pada dirimu
Izinkan ku tuk terus mencintaimu
Dan izinkanku tuk tetap tinggal di hatimu